KABEL PUTUS, NEGARA RUGI, ANDA PUN BISA KENA RUJI

BY

OLDE LAW FIRM

12/8/2025

Kita semua tahu bahwa kabel fiber optik bukan sekadar benang nilon biasa. Ini adalah urat nadi digital, tulang punggung konektivitas, dan secara harfiah, jalan tol data yang menghubungkan kita semua. Ketika jaringan internet mendadak down di kantor, atau sinyal TV kabel hilang saat final pertandingan, reaksi pertama kita mungkin adalah gerutuan standar: "Ah, paling gangguannya dari alam."

Namun, seringkali, "gangguan" itu punya tangan, kaki, dan niat jahat. Ya, kita bicara tentang aksi pencurian fasilitas vital negara, seperti kabel-kabel fiber optik, trafo listrik, atau penutup manhole (sumur kontrol) saluran air. Aksi yang, ironisnya, dilakukan demi mendapat "cuan" dari tembaga atau material lain, tanpa memikirkan kerugian miliaran Rupiah dan gangguan layanan publik yang ditimbulkan.

Inilah momennya, di mana niat "mencari rezeki" dengan cara pintas justru berujung pada ancaman kurungan yang panjang. Mari kita bedah tuntas, kenapa mencuri seutas kabel ini bisa lebih serius daripada mencuri mangga tetangga.

1. Dasar Hukum: Bukan Hanya Soal Mencuri Biasa, Tapi Merusak Sistem!

Dalam kacamata hukum, pencurian fasilitas negara, apalagi yang bersifat vital dan strategis, adalah tindak pidana yang memiliki lapisan pertimbangan lebih tebal daripada pencurian biasa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

A. Hukum Pidana Umum: KUHP Pasal 362 (Pencurian)

Dasar paling umum adalah Pasal 362 KUHP, yang berbunyi:

"Barang siapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah." (Catatan: Denda 900 rupiah telah disesuaikan dengan aturan yang berlaku, namun ancaman penjaranya tetap relevan).

Pencurian kabel jelas masuk kategori ini. Tapi tunggu, tidak sesederhana itu!

B. Pemberatan: Ketika Niat Jahat Berlipat Ganda

Pencurian fasilitas negara, terutama dengan cara merusak atau menggunakan alat, akan langsung naik kelas ke kategori pencurian dengan pemberatan (gekwalificeerde diefstal), yang diatur dalam Pasal 363 KUHP.

Jika pelaku merusak (memotong) kabel untuk mengambilnya, atau melakukannya pada malam hari di tempat yang dapat dijangkau umum, atau melibatkan dua orang atau lebih, ancaman pidana bisa melonjak.

KUHP Pasal 363 ayat (1) ke-5: Mencuri yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Ancaman Pidana: Penjara paling lama tujuh tahun.

Bayangkan, hanya karena ingin menjual tembaga seharga ratusan ribu, Anda berhadapan dengan tujuh tahun penjara. Worth it? Tentu tidak.

C. Hukum Khusus: Merusak Objek Vital dan Kepentingan Umum

Inilah inti dari permasalahan ini. Fasilitas seperti kabel fiber optik, jaringan listrik, dan instalasi air seringkali dikategorikan sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) atau aset strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi: Pasal 51 UU ini mengatur sanksi bagi setiap orang yang melanggar ketentuan pidana, seperti merusak jaringan telekomunikasi.

"Barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c, di pidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)."

Pasal 38 huruf c melarang perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan serius terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. Mencuri dan memotong kabel fiber optik? Sudah pasti serius gangguannya!

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan: Jika yang dicuri adalah trafo atau kabel listrik, maka UU ini pun ikut bermain.

Pasal 51 ayat (3): "Setiap orang yang merusak instalasi tenaga listrik... yang mengakibatkan terputusnya pelayanan atau kerugian tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)."

Kesimpulannya: Pelaku pencurian fasilitas negara tidak hanya dijerat oleh satu pasal pencurian, tapi bisa berlapis-lapis (konkrusus), mulai dari KUHP hingga UU khusus. Jaksa bisa memilih yang ancamannya paling tinggi, atau menggabungkannya. Ini yang disebut "Paket Komplit Bencana Hukum."

2. Bukan Cuma Pelaku, Penadah pun Kena Getahnya!

Dalam rantai pencurian, ada yang namanya Penadah (pembeli barang curian), dan mereka sama-sama berhadapan dengan sanksi pidana.

Dasar hukumnya adalah KUHP Pasal 480 tentang Penadahan:

"Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah."

Jika Anda seorang pemilik lapak rongsok atau peleburan logam yang menerima tembaga hasil curian kabel negara, dan Anda sepatutnya menduga barang itu hasil curian (misalnya, jumlahnya abnormal atau masih ada logo perusahaan utilitas), maka Anda ikut menari di ujung tanduk hukum.

Pesan moralnya: Jangan pernah tergoda membeli tembaga "panas" dengan harga murah. Keuntungan receh bisa mengantar Anda masuk ke kamar berjeruji yang dingin.

3. Aspek Non-Pidana: Kerugian Materiil dan Implikasi Sosial

Selain ancaman pidana, ada dua aspek lain yang tak kalah penting:

A. Gugatan Ganti Rugi (Perdata)

Perusahaan pemilik fasilitas (misalnya, PLN, Telkom, atau operator telekomunikasi) memiliki hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi secara perdata kepada pelaku. Kerugian akibat pencurian ini bisa sangat fantastis, melibatkan:

· Harga material kabel/fasilitas yang dicuri.

· Biaya pemulihan dan pemasangan ulang (upah teknisi).

· Kerugian operasional akibat terputusnya layanan (kehilangan pendapatan).

Bayangkan, hanya sepotong kabel tembaga bisa membuat Anda berutang miliaran Rupiah kepada BUMN. Selamat datang di dunia utang yang tak berujung!

B. Implikasi Sosial dan Keamanan

Pencurian fasilitas vital seringkali menyebabkan:

· Pemadaman Listrik Massal: Sangat berbahaya, terutama di rumah sakit atau fasilitas publik.

· Terputusnya Layanan Darurat: Jaringan komunikasi polisi/pemadam kebakaran/ambulans terganggu.

· Kerugian Ekonomi: Transaksi bisnis online terhenti, ATM offline, layanan e-commerce lumpuh.

Inilah alasan mengapa penegak hukum melihat kasus ini dengan sangat serius. Ini bukan hanya soal kerugian uang, tetapi juga soal keamanan dan stabilitas publik.

Mencuri fasilitas negara adalah tindakan yang sangat merugikan semua pihak, termasuk si pelaku dan keluarganya. Ancaman pidana yang berlapis, mulai dari 5 hingga 7 tahun penjara, ditambah denda ratusan juta hingga miliaran Rupiah, adalah risiko yang tidak sebanding dengan harga jual tembaga curian.

Jika saat ini Anda atau kerabat Anda tersandung kasus yang menyerupai deskripsi di atas—entah sebagai pelaku utama, penadah, atau bahkan hanya orang yang kebetulan berada di lokasi—maka jangan ambil risiko dengan mengurusinya sendiri. Hukum adalah labirin yang kompleks, dan tanpa pemandu yang andal, Anda bisa tersesat di lorong yang salah.

Di sinilah peran profesional dibutuhkan.

Untuk penanganan kasus hukum yang serius dan profesional, terutama yang melibatkan tindak pidana berlapis dan berhadapan dengan badan usaha negara, Anda memerlukan tim pengacara yang memiliki keahlian mendalam.

Segera berkonsultasi dengan Kami dan tim Olde Law Firm.

Kami memiliki tim yang berpengalaman dalam menganalisis kasus pidana dengan pemberatan, mengidentifikasi celah hukum yang relevan, dan menyusun strategi pembelaan yang efektif untuk meminimalkan potensi ancaman pidana.

Ingat: Menggunakan jasa pengacara bukan berarti Anda lari dari masalah, tetapi Anda menunjukkan keseriusan untuk menghadapi proses hukum secara profesional dan terukur. Jangan biarkan kasus Anda menjadi "kabel putus" tanpa solusi. Segera hubungi Olde Law Firm untuk mendapatkan pendampingan hukum yang profesional.