Lelang Tanah: Waspada Sebelum Membeli!

BY

OLDE LAW FIRM

10/20/2025

Lelang seringkali dipandang sebagai cara cepat dan menggiurkan untuk mendapatkan aset properti, termasuk tanah, dengan harga yang kompetitif. Namun, di balik tawaran harga yang fantastis, terdapat serangkaian proses hukum yang ketat dan kompleks yang harus dipahami.

Secara yuridis, Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi. Dalam konteks tanah, lelang adalah mekanisme resmi pengalihan hak milik yang dilakukan di hadapan Pejabat Lelang (dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang/KPKNL atau Balai Lelang swasta) dan dijamin legalitasnya oleh negara.

Bagi calon pembeli, pemahaman mendalam tentang landasan hukum, jenis lelang, dan prosedur pasca-lelang adalah benteng pertahanan utama agar tanah yang diperoleh tidak berakhir dalam sengketa berkepanjangan.

Legalitas sebuah proses lelang di Indonesia tidak hanya didasarkan pada satu undang-undang, melainkan sistem berlapis yang memastikan transparansi dan kepastian hukum.

Beberapa pilar utama yang menjadi sandaran hukum lelang tanah adalah:

  1. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, S. 1908 No. 189) dan Instruksi Lelang (Vendu Instructie, S. 1908 No. 190): Meskipun merupakan warisan kolonial, peraturan ini masih menjadi dasar pokok dalam tata cara lelang di Indonesia.

  2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang: Ini adalah peraturan teknis terbaru yang mengatur secara detail mekanisme pelaksanaan lelang, mulai dari permohonan, pengumuman, hingga pasca-lelang. PMK ini menjadi acuan utama bagi Pejabat Lelang.

  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT): Khusus untuk lelang tanah yang menjadi jaminan utang, Pasal 6 UUHT memberikan hak kepada kreditur (bank) untuk menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum apabila debitur wanprestasi. Ini adalah jenis lelang eksekusi yang paling umum.

  4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: Peraturan ini mengatur prosedur pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh dari lelang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

  5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): Terutama terkait dengan ketentuan pembuktian (Risalah Lelang sebagai akta otentik) dan dasar-dasar perikatan.

Kepatuhan terhadap seluruh dasar hukum ini adalah syarat mutlak agar hasil lelang tidak mudah dibatalkan di pengadilan.

Tidak semua lelang tanah memiliki latar belakang yang sama. Secara umum, lelang tanah di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga jenis utama:

1. Lelang Eksekusi

Ini adalah jenis lelang yang paling sering menarik perhatian publik dan memiliki potensi sengketa tertinggi. Lelang ini terjadi karena ada kewajiban hukum yang harus dipenuhi oleh pemilik tanah (tereksekusi/debitor).

2. Lelang Non-Eksekusi Wajib

Lelang ini dilakukan untuk melaksanakan penjualan barang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dijual secara lelang.

3. Lelang Non-Eksekusi Sukarela

Lelang ini dilakukan atas permohonan perorangan, badan hukum, atau badan usaha swasta yang secara sukarela ingin menjual asetnya melalui mekanisme lelang.

Proses lelang yang sah sendiri mengikuti serangkaian tahapan yang ketat, yaitu:

1. Permohonan Lelang

Penjual (misalnya bank atau kurator) mengajukan permohonan lelang tertulis kepada Kepala KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Permohonan ini harus dilengkapi dengan dokumen legalitas objek tanah, seperti sertifikat asli dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari BPN.

2. Penetapan Nilai Limit

Penjual wajib menetapkan Nilai Limit, yaitu harga minimal barang yang akan dilelang. Nilai ini harus diumumkan secara terbuka dan menjadi satu kesatuan dengan pengumuman lelang. Penetapan Nilai Limit yang terlalu jauh di bawah harga pasar (harga wajar) sering menjadi salah satu alasan utama gugatan pembatalan lelang.

3. Pengumuman Lelang

Penjual wajib mengumumkan rencana lelang kepada publik melalui media massa (surat kabar harian) dan/atau media elektronik (portal lelang.go.id) dalam jangka waktu yang ditetapkan (misalnya, minimal 7 hari sebelum pelaksanaan lelang untuk barang tidak bergerak).

4. Pelaksanaan Lelang dan Penetapan Pemenang

Lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang di tempat dan waktu yang telah ditetapkan. Peserta harus menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang (UZPL) terlebih dahulu. Pemenang adalah penawar dengan harga tertinggi yang disahkan oleh Pejabat Lelang.

5. Pelunasan dan Penerbitan Risalah Lelang

Pemenang lelang wajib melunasi Harga Lelang (termasuk Bea Lelang Pembeli sebesar 2% hingga 3% dari harga lelang) paling lambat 5 hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Jika tidak dilunasi, pemenang dianggap wanprestasi dan UZPL-nya akan disetor ke Kas Negara.

Tahapan Peralihan Hak dan Kedudukan Pemenang Lelang yang memberikan kepastian hukum sejati bagi pembeli:

1. Risalah Lelang sebagai Akta Otentik

Setelah pelunasan, Pejabat Lelang akan menerbitkan Kutipan Risalah Lelang. Berdasarkan hukum, Risalah Lelang ini adalah akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna, setara dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Risalah Lelang inilah yang menjadi bukti sah peralihan hak.

2. Pendaftaran Peralihan Hak (Balik Nama)

Pemenang lelang harus membawa Kutipan Risalah Lelang ke Kantor Pertanahan setempat (BPN) untuk proses balik nama (pendaftaran peralihan hak).

3. Perlindungan Hukum Pemenang Lelang

Prinsip hukum Indonesia, yang diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung (MA), menyatakan bahwa pembeli lelang yang beritikad baik harus dilindungi oleh undang-undang. Lelang yang telah dilaksanakan sesuai prosedur tidak dapat dibatalkan, kecuali melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht) atas dasar adanya cacat prosedural atau perbuatan melawan hukum yang sangat fundamental.

Oleh karena itu, jika Anda membeli melalui lelang resmi dan memegang Risalah Lelang yang sah, Anda memiliki dasar hukum yang sangat kuat untuk menguasai aset tersebut, bahkan jika terdapat pihak yang menggugat di kemudian hari.

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari atas adalah, Lelang tanah adalah mekanisme pengalihan hak yang sah dan dijamin undang-undang. Ia menawarkan kesempatan untuk memperoleh aset, tetapi ia juga mengandung risiko sengketa yang tinggi, terutama pada lelang eksekusi.

Kunci keberhasilan Anda bukan hanya memenangkan penawaran, tetapi memastikan bahwa proses hukumnya sempurna. Selalu teliti dokumen, periksa riwayat sengketa tanah ke BPN, dan pastikan Nilai Limit yang ditetapkan wajar. Ketika palu lelang diketuk, ia harus menghasilkan kepastian hukum, bukan masalah baru.