MENGUAK BATASAN PIDANA DALAM PERSELISIHAN HAK ATAS TANAH
BY
OLDE LAW FIRM
10/13/2025


Pada pembahasan sebelumnya, kita telah mengulas mengenai sengketa tanah dalam ranah hukum perdata yaitu Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sebagaimana yang kita tahu, permasalahan sengketa tanah memang bukan hanya membahas tentang hak kepemilikan saja, tetapi juga dapat menjadi permasalahan pidana, seperti penipuan, pemalsuan surat, hingga jual beli tanah yang tidak jelas asal usul dan kepastian hak miliknya yang kian marak.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai permaslahan tanah dalam ranah hukum pidana. Dasar hukum yang mengatur sengketa tanah, serta permasalahan hukum pidana yang sering kali kita temui dalam kasus sengketa tanah.
Dalam pembahasan sebelumnya kita juga telah mengupas definisi sengketa tanah, namun kita akan kembali mengingatnya secara singkat apa itu sengketa tanah, sengketa tanah ialah Perselisihan atau konflik yang timbul antara pihak-pihak terkait mengenai kepemilikan, penguasaan, atau penggunaan hak atas tanah.
Sengketa tanah menjadi ranah pidana ketika perselisihan tersebut melibatkan unsur-unsur yang secara khusus telah diatur dan diancam pidana oleh undang-undang, seperti:
1. Adanya niat jahat (mens rea).
2. Tindakan yang bertujuan untuk menguasai secara melawan hak atau mendapatkan keuntungan secara tidak sah.
Contoh: Pemalsuan dokumen untuk mengklaim kepemilikan atau penggunaan kekerasan/ancaman.
Namun sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai hukum sengketa tanah dalam hukum pidana, kita akan membahas dasar hukum yang mengatur sengketa tanah.
Beberapa undang-undang yang menjadi landasan hukum utama dalam permasalahan sengketa tanah terlah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya adalah:
1. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Ketika melibatkan niat jahat untuk mengambil keuntungan secara melawan hukum melalui tipu daya terhadap pihak lain, yang di atur dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
sebuah hukuman yang mungkin terasa lebih lama dari waktu yang dibutuhkan penipu untuk kabur setelah menjual sebidang tanah yang sama kepada tiga pembeli berbeda.
Unsur krusialnya adalah tindakan curang seperti menggunakan nama palsu, martabat palsu, atau serangkaian kebohongan yang bertujuan menggerakkan korban untuk menyerahkan barang sesuatu (hak atas tanah atau uang pembayaran). Modus operandi yang umum terjadi mencakup penjualan ganda (dubbele verkoop) hingga manipulasi dokumen atau identitas.
2. Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kasus-kasus sengketa tanah juga sering terjerat dalam delik penggelapan, yang berfokus pada penyalahgunaan kepercayaan, yang di atur dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Tindak pidana ini terjadi ketika seseorang yang secara sah menguasai properti (misalnya sertifikat tanah) karena suatu hubungan kerja atau kepercayaan (seperti notaris, atau agen properti) namun kemudian memiliki dan menguasai barang itu seolah-olah miliknya sendiri secara melawan hukum.
kebiasaan buruk yang sayangnya sering dilakukan oleh mereka yang dititipi dokumen sepenting ‘harta karun’ berupa surat tanah.
Unsur kuncinya adalah bahwa barang (atau dokumen yang mewakilinya) sudah berada di tangan pelaku secara sah, namun kemudian pelaku mengubah penguasaan tersebut menjadi kepemilikan.
3. Pasal 263 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Isu sengketa tanah yang paling sering melibatkan ranah pidana adalah pemalsuan surat atau dokumen pertanahan. Kejahatan ini terjadi ketika pelaku, dengan niat curang, membuat surat palsu (seperti Akta Jual Beli atau girik) atau memalsukan surat yang sudah ada, atau menggunakan akta otentik yang seolah-olah benar padahal isinya bohong seperti mencantumkan data waris palsu dalam Akta Notaris.
karena tampaknya bagi sebagian orang, daripada mengurus surat yang asli, lebih cepat mencetak yang palsu.
Ancaman hukumannya serius, dengan Pasal 263 KUHP menjerat pelaku hingga enam tahun penjara, dan Pasal 266 KUHP hingga tujuh tahun penjara.
Nah, setelah kita mengetahui beberapa dasar hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kita juga perlu mengetahui macam-macam jenis permasalahan hukum pidana dalam sengketa tanah. Beberapa yang sering kita temui di Indonesia diantaranya adalah:
1. Penipuan dan Penggelapan Hak Atas Tanah (Pasal 378 dan 372 KUHP):
Contoh: Menjual tanah yang bukan miliknya (makelar tanah palsu), menjanjikan sertifikat palsu, atau mengalihkan hak tanah tanpa sepengetahuan pemilik sah.
2. Pemalsuan Surat atau Dokumen Pertanahan (Pasal 263 dan 266 KUHP):
Contoh: Memalsukan girik, sertifikat, akta jual beli (AJB), atau surat kuasa untuk mengklaim atau memindahtangankan tanah.
3. Penyerobotan Tanah dan Perusakan Batas (Tindak Pidana Lain):
Contoh: Menguasai tanah milik orang lain secara tanpa hak dan melawan hukum, menggunakan kekerasan atau ancaman, atau merusak patok batas.
4. Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Pejabat Berwenang:
Contoh: Pejabat yang menyalahgunakan wewenang (korupsi) dalam proses penerbitan sertifikat atau pemalsuan data di kantor pertanahan.
Secara keseluruhan, kita telah memperjelas bahwa sengketa tanah tidak selalu berakhir di ranah perdata. Ketika unsur kejahatan dan niat curang terlibat, sengketa ini beralih menjadi masalah pidana yang serius.
Sengketa tanah menjadi ranah pidana ketika melibatkan unsur kejahatan seperti penipuan, pemalsuan surat, dan penggelapan hak atas tanah. Sengketa menjadi pidana ketika melibatkan niat jahat dan tindakan untuk menguasai atau mengambil keuntungan secara tidak sah.
Penting bagi masyarakat dan penegak hukum untuk memahami dasar hukum dan jenis kejahatan ini guna memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi pemilik hak atas tanah yang sah. Memahami sengketa tanah sebagai ranah pidana, khususnya terkait penipuan, penggelapan, dan pemalsuan dokumen, memiliki implikasi penting, yaitu penegasan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Pemrosesan secara pidana memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan terorganisir seperti "mafia tanah" dan memastikan korban mendapatkan pemulihan hak (restorasi) serta keadilan yang tidak hanya berhenti pada ganti rugi perdata, namun juga pertanggung jawaban pidana yang lebih tegas.
Langkah preventif seperti pemeriksaan dokumen secara cermat dan verifikasi silang di instansi terkait adalah kunci untuk menghindari jerat pidana pertanahan yang kompleks dan berisiko tinggi. Jangan biarkan ketidak pastian hukum mengganggu hidup Anda. Jika Anda menghadapi sengketa tanah yang berpotensi pidana atau membutuhkan pendampingan hukum yang andal, percayakan pada keahlian kami. Hubungi kami, biarkan kami yang mengurus permasalahan Anda, dan Anda cukup duduk tenang dan menjalani hidup dengan santai. Olde Law Firm siap memberikan solusi hukum terbaik untuk melindungi hak-hak Anda.
LAYANAN
Kantor hukum terbaik di Jawa Timur.
hubungi kami melalui
Konsultasi
+62-813-5309-0049
© 2025. All rights reserved.