REVOLUSI BUKTI TANAH: SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) SEBAGAI SATU-SATUNYA BUKTI KEPEMILIKAN ATAS TANAH

BY

OLDE LAW FIRM

9/29/2025

Sertifikat Hak Milik atau akrab disebut SHM merupakan bukti kepemilikan yang sah atas tanah, Selama puluhan tahun, banyak warga kita masih bergantung pada dokumen tanah tradisional seperti Girik, Letter C, atau Petok D yang rawan sengketa dan tidak bankable. Lantas bagaimana jika tanah Anda diserobot atau bahkan diakui sebagai milik orang lain karena bukti kepemilikan tanah yang Anda miliki hanya sekedar petok D atau letter C saja, sedangkan orang lain yang meng-hak-i tanah milik Anda, memiliki SHM dengan persil yang sama dengan milik Anda?

Kini, kepemilikan dokumen tanah lama seperti Girik atau Petok D bukan lagi jaminan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 yang hadir sebagai penegas bahwa mulai 2026, hanya SHM yang diakui sebagai bukti terkuat dan terlengkap di Indonesia. Program ini adalah kesempatan emas untuk membasmi keraguan, menghindari sengketa, dan menjadikan tanah Anda aset yang liquid (mudah diperjualbelikan atau dijadikan jaminan bank).

Lantas mengapa SHM menjadi wajib dimiliki? hal ini sejalan dengan keinginan masyarakat yang ingin tanah yang dimilikinya aman dari sengketa, dan memiliki status hukum nya pasti dan jelas. Tiang utama dari perubahan besar ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021. Mungkin terdengar kaku, tetapi inti dari peraturan ini sangat sederhana: Pemerintah ingin agar semua data tanah di Indonesia rapi dan memiliki kepastian hukum yang mutlak.

PP ini secara spesifik mengatur bahwa dokumen-dokumen lama seperti Girik, Letter C, atau Petok D hanya diakui sebagai bukti awal hak untuk mendaftar tanah. Pasal-pasal di dalamnya secara tegas memberikan batas waktu hingga tahun 2026 bagi masyarakat untuk segera meningkatkan dokumen-dokumen tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah batas waktu itu, dokumen lama tidak lagi memiliki kekuatan penuh sebagai alat bukti di pengadilan. Ini adalah langkah hukum untuk "memaksa" rapi sembari memberikan kepastian atas perlindungan aset Anda.

Lalu, mengapa pemerintah harus mengeluarkan aturan sekeras ini? Jawabannya terletak pada kondisi pertanahan di Indonesia saat ini.

  • Melawan Mafia Tanah: Latar belakang utama adalah memerangi praktik mafia tanah yang sering memanfaatkan celah hukum dari dokumen-dokumen lama yang tidak terintegrasi. Sertifikat resmi adalah benteng pertahanan terkuat Anda dari praktik curang ini, karena datanya tercatat dan terjamin oleh negara.

  • Kepastian Hukum dan Ekonomi: Bayangkan betapa sulitnya menjual, mewariskan, atau menjadikan tanah Anda sebagai jaminan bank (agunan) jika buktinya hanya selembar Girik yang mudah dipalsukan atau hilang. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan nilai ekonomi tanah Anda, menjadikannya aset yang liquid (mudah dicairkan) dan diakui secara internasional, sekaligus mengakhiri sengketa berkepanjangan akibat tumpang tindih kepemilikan.

Singkatnya, PP 18/2021 adalah upaya negara untuk "membersihkan kotoran" data pertanahan agar setiap tanah yang kita injak di Indonesia memiliki pemilik yang sah, tercatat, dan diakui kuat oleh hukum.

Secara hukum, Peraturan Pemerintah ini secara spesifik menargetkan semua dokumen lama yang selama ini dipegang masyarakat dan belum didaftarkan resmi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah tahun 2026, dokumen-dokumen ini akan "pensiun" alias tidak lagi memiliki kekuatan sebagai bukti mutlak kepemilikan.

Berikut adalah beberapa contoh dokumen yang wajib Anda konversi segera menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM):

  1. Girik/Petok D: Ini adalah surat bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh kantor desa/kelurahan, biasanya terkait pembayaran pajak atau keterangan riwayat tanah di masa lampau. Meski familiar, kekuatan hukumnya sangat lemah dan rawan tumpang tindih.

  2. Letter C/Eigendom Verponding: Dokumen ini juga catatan penting di tingkat desa/kelurahan. Sama seperti Girik, fungsinya hanya sebagai modal awal untuk mendaftarkan tanah, bukan bukti kepemilikan akhir.

  3. Surat-surat Bekas Hak Adat/Keterangan Lain: Semua surat keterangan yang dibuat di bawah tangan atau hanya diketahui pejabat desa, tanpa melalui proses pendaftaran resmi di BPN, kini harus segera diresmikan.

Jelasnya, Di mata hukum modern, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM)—selembar kertas berharga dengan logo BPN dan cap negara—yang diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah, terkuat, dan terlengkap. Dokumen lama Anda adalah "tiket masuk" untuk mendapatkan sertifikat, bukan tujuan akhir!

Berdasarkan ketentuan peralihan dalam PP 18/2021, batas akhir bagi Anda untuk menuntaskan pendaftaran tanah dan mengganti dokumen lama (Girik, Letter C, dll.) menjadi sertifikat adalah Tahun 2026.

Mengapa batas waktu ini begitu krusial? Karena setelah tahun 2026 berlalu, status hukum dokumen lama Anda akan mengalami penurunan drastis. Pemerintah tidak lagi mengakui dokumen-dokumen tersebut sebagai alat bukti kepemilikan yang sah dan kuat di mata hukum.

Menunda konversi hingga melewati 2026 bukanlah sekadar menunda urusan administrasi, melainkan mengundang risiko hukum yang sangat serius bagi aset Anda:

  1. Aset Rentan Sengketa: Tanah Anda menjadi target empuk bagi mafia tanah atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tanpa Sertifikat Hak Milik (SHM), Anda akan kesulitan membuktikan kepemilikan yang sah secara mutlak di pengadilan, sebab dokumen lama dianggap lemah.

  2. Sulit Transaksi dan Jaminan: Tanah Anda akan kehilangan nilai ekonomisnya secara signifikan. Anda akan kesulitan menjual, mewariskan, atau menjadikan tanah tersebut sebagai agunan (jaminan) untuk pinjaman di bank. Bank hanya akan menerima Sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN.

  3. Status Tanah Menggantung: Secara legal, kepemilikan Anda akan menjadi tidak jelas di catatan negara. Pemerintah akan memprioritaskan sertifikat resmi, membuat status dokumen lama Anda seperti "tertidur" dan tidak diakui sebagai bukti terkuat.

Batas waktu 2026 adalah kesempatan terakhir yang diberikan negara agar Anda dapat mengunci kepastian hukum atas tanah Anda. Jika Anda melewatkannya, Anda akan kehilangan perisai hukum terkuat, meninggalkan aset Anda dalam ketidakpastian.

Setelah memahami urgensinya, kini saatnya bertindak. Proses mengubah dokumen lama (seperti Girik) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) sejatinya adalah proses Pendaftaran Tanah Pertama Kali di mata negara. Anda tidak perlu bingung. Pemerintah sudah menyediakan jalur yang memudahkan, terutama melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Berikut adalah panduan sederhana yang harus Anda ikuti untuk mengamankan sertifikat Anda:

Tahap 1: Siapkan "Amunisi" Dokumen

Pastikan Anda memiliki dokumen dasar ini sebelum melangkah ke Kantor Pertanahan:

  • Dokumen Asli Kepemilikan Lama: Wajib menyertakan Girik, Letter C, Petok D, atau bukti hak adat lainnya yang Anda miliki.

  • Identitas Diri: Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

  • Bukti Pembayaran Pajak: Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun terakhir.

  • Surat Keterangan Riwayat Tanah: Dokumen dari Kepala Desa/Lurah yang menjelaskan asal-usul penguasaan tanah Anda.

Tahap 2: Mendaftar dan Pengukuran di Lapangan

Anda bisa memilih dua jalur utama:

  1. Jalur PTSL (Gratis/Murah): Jika wilayah Anda sedang menjadi sasaran program PTSL, manfaatkan kesempatan ini! Petugas BPN dan aparat desa akan datang langsung dan memproses pendaftaran massal hingga pengukuran bidang tanah tanpa dipungut biaya (kecuali biaya-biaya administrasi tertentu).

  2. Jalur Sporadis (Mandiri): Jika tidak masuk area PTSL, Anda harus mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan (Kantah) setempat. Petugas BPN akan menjadwalkan pengukuran langsung ke lokasi tanah Anda untuk memastikan batas-batasnya sesuai.

Tahap 3: Penelitian Data dan Penerbitan SK Hak

Di tahap ini, Petugas BPN akan:

  • Meneliti dan Mencocokkan Data: Memastikan tidak ada sengketa, tumpang tindih kepemilikan, atau keberatan dari pihak lain terhadap tanah yang Anda klaim.

  • Penerbitan Surat Keputusan (SK) Hak: Jika semua data valid dan disetujui, BPN akan mengeluarkan SK yang menyatakan Anda resmi mendapatkan hak atas tanah tersebut.

Tahap Akhir: Sertifikat di Tangan!

Setelah SK Hak terbit, Anda tinggal menyelesaikan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang, dan BPN akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Anda. SHM ini adalah bukti yang dijamin negara dan tidak lekang oleh waktu!

Pesan utama dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 ini sangat jelas, yaitu kepastian hukum atas tanah tidak bisa ditunda lagi. Batas waktu tahun 2026 akan datang lebih cepat dari yang Anda bayangkan. Mengubah dokumen lama seperti Girik atau Letter C menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) bukan hanya soal mengikuti aturan, ini adalah investasi penting untuk melindungi harta benda Anda dari sengketa, penipuan, dan risiko hukum di masa depan. Jangan biarkan aset keluarga Anda yang berharga terancam kehilangan kekuatan hukumnya.

Bagi masyarakat yang memiliki dokumen tanah lama, kini saatnya untuk bertindak. Memulai proses pendaftaran tanah pertama kali mungkin terasa rumit dan membingungkan, terutama jika Anda menghadapi kendala seperti dokumen yang kurang lengkap atau riwayat tanah yang kompleks.

Untuk memastikan proses konversi berjalan mulus, cepat, dan sesuai dengan koridor hukum, kami menyarankan Anda untuk mencari pendampingan profesional.

Jika Anda membutuhkan bantuan ahli dalam mengurus riwayat dokumen, memastikan legalitas, dan mengawal proses pendaftaran ke BPN, Olde Law Firm siap membantu! Tim ahli hukum pertanahan di Olde Law Firm memahami seluk-beluk PP 18/2021 dan prosedur BPN. Kami dapat menjadi mitra terpercaya Anda untuk mengamankan sertifikat hak milik, memberikan Anda ketenangan pikiran, dan menjamin tanah Anda terlindungi secara hukum sebelum tenggat waktu 2026 tiba. Amankan SHM Anda, hubungi Olde Law Firm hari ini juga!